Selasa, 09 September 2014

My Wall



Aku telah membangun sebuah tembok besar, susah payah kubangun dari dulu kala. Aku jatuh bangkit sendirian agar tembokku berdiri kokoh, tidak rapuh oleh panas matahari, tidak lapuk oleh hujan deras. Aku telah memilih batu yang kuat, semen yang berkualitas bagus, cat yang anti-air. Aku pikir dengan segala bahan berkualitas bagus aku bisa membangun tembokku sendirian tanpa butuh bantuan orang lain. Aku pikir, campur tangan orang lain hanya akan membuatnya susah, serba ribet dan bisa-bisa tembokku tidak akan selesai cepat sesuai targetku. Tapi ternyata aku salah.
Aku melupakan satu sifat manusia yang cukup berbahaya, khilaf. Pernah suatu kali, aku melihat ada celah kecil di tengah-tengah tembok yang sedang kubangun. Awalnya kubiarkan saja celah kecil itu, kupikir tidak akan berpengaruh besar pada tembokku nanti. Tapi aku lupa kata pepatah “karna nila setitik rusak susu sebelangga”. Ya benar sekali, karena celah setitik bisa rusak tembok semesta. Aku tidak memperhatikan celah itu semakin lama semakin besar, mulai membentuk sebuah lubang kecil di tengah-tengah tembok. Lalu, ternyata ada bermain di tengah-tengah lubang kecil itu. Dia membuat lubangku semakin besar. Aku juga salah karena aku ikut bermain dengannya. Aku melupakan proyek tembokku yang sebenarnya tinggal sedikit lagi harus selesai sesuai target.
Tapi aku lalai. Mungkin saat itu aku juga lelah membangun tembok sendirian. Aku hanya butuh rehat sejenak, bermain sebentar, kupikir tidak akan masalah. Namun aku terlalu asik bermain, aku terlalu lalai melihat lubang kecil di tengah tembok yang kubangun itu sudah semakin besar. Kau tahu akibatnya jika ada lubang besar di tengah-tengah tembok yang sedang dibangun? Bayangkan saja lubang itu semakin lama semakin besar, sedangkan si tukang tidak juga memperbaiki lubang itu, malah membuat lubangnya semakin besar, hingga akhirnya runtuhlah tembok yang sedang dalam pembangunan itu.
Aku hanya terdiam terpaku melihat reruntuhan tembokku. Belum juga selesai sudah runtuh saja. Aku menyesal. Aku lalai. Aku hanya menuruti keinginan sesaat saja dan melupakan hal penting yang seharusnya kulakukan. Tapi mau bagaimana lagi. Tembok sudah runtuh. Bahan-bahan juga sudah hampir habis. Mau tidak mau aku harus mulai dari awal lagi. Aku harus mencari bahan-bahan yang lebih bagus lagi. Dan yang terpenting, aku tidak akan lalai lagi. Aku harus janji pada diriku sendiri. Komitmen.

0 komentar:

Posting Komentar