Rabu, 27 Februari 2013

Langit Kosong

Semalam angin bertiup kencang, menghembuskan udara malam yang menusuk sampai ke tulang. Aku masih larut dalam novel bacaan yang baru kupegang sejak tadi sore. Beberapa halaman lagi aku samapai pada akhir ceritanya. Malam mulai beranjak larut, mataku pun mulai meredup, tapi kupaksakan ia terjaga sampai aku menamatkan novel ini, tanggung.

Pukul 23.20 WIB akhirnya aku sampai pada halaman akhir. Aku beranjak dari kasur, meletakkan novel tadi pada habitatnya semula, dan mematikan lampu kamarku. Aku kembali berjalan menuju kasur yang sudah memanggilku tidur, namun aku urung. Sesaat aku hanya terduduk diatas kasur, menatap langit dari balik jendela. Kebetulan tempat tidurku menempel pada dinding jendela kamar, sehingga aku bisa melihat apapun yang ada diluar sana. Pemandangan langit malam ini tidak begitu indah, biasa saja, sedikit berwarna biru tanpa bintang. Tapi entah aku bertahan menatap kekosongan langit diatas sana. Apa yang kupikirkan? Tidak ada. Hanyaa menikmati kekosongan langit, merenug betapa luasnya semesta ini, seperti tiada batas.

Ah, melihat langit malam ini membuatku rindu pada rumah. Teringat kebiasaanku yang suka sekali menatap langit bertabur bintang di teras rumah, dan satu hal yang sangat kusukai adalah melihat rasi bintang scorpio yang tepat sekali berada di depan langit rumahku. Aku suka, dan selalu suka mencarinya di langit sana, mengayunkan jemariku membentuk rasi bintang tersebut. Menyenangkan sekali. Tapi disini aku tidak menemukannya. 

Apakah langit yang aku lihat berbeda karena aku berada di tempat yang berbeda? Tidak, tentu saja. Langit diatas sana tak pernah berbeda, selalu sama. Hanya saja ia begitu luas, sampai kita tidak pernah menemukan batasnya. 

Wahai langit, aku titipkan salam rindu pada orang-orang yang kusayang di rumah sana. Semalam, setelah menatapmu begitu lama aku teringat pada mereka, bahkan sampai terbawa ke alam mimpiku. Dengan keluasan dan kebesaran Yang Menciptakanmu, sampaikan lah salam ku ini.