Aku telah membangun sebuah tembok besar,
susah payah kubangun dari dulu kala. Aku jatuh bangkit sendirian agar tembokku
berdiri kokoh, tidak rapuh oleh panas matahari, tidak lapuk oleh hujan deras.
Aku telah memilih batu yang kuat, semen yang berkualitas bagus, cat yang
anti-air. Aku pikir dengan segala bahan berkualitas bagus aku bisa membangun
tembokku sendirian tanpa butuh bantuan orang lain. Aku pikir, campur tangan
orang lain hanya akan membuatnya susah, serba ribet dan bisa-bisa tembokku
tidak akan selesai cepat sesuai targetku. Tapi ternyata aku salah.
Aku melupakan satu sifat manusia yang
cukup berbahaya, khilaf. Pernah suatu kali, aku melihat ada celah kecil di
tengah-tengah tembok yang sedang kubangun. Awalnya kubiarkan saja celah kecil
itu, kupikir tidak akan berpengaruh besar pada tembokku nanti. Tapi aku lupa
kata pepatah “karna nila setitik rusak susu sebelangga”. Ya benar sekali,
karena celah setitik bisa rusak tembok semesta. Aku tidak memperhatikan celah
itu semakin lama semakin besar, mulai membentuk sebuah lubang kecil di
tengah-tengah tembok. Lalu, ternyata ada bermain di tengah-tengah lubang kecil
itu. Dia membuat lubangku semakin besar. Aku juga salah karena aku ikut bermain
dengannya. Aku melupakan proyek tembokku yang sebenarnya tinggal sedikit lagi
harus selesai sesuai target.
Tapi aku lalai. Mungkin saat itu aku juga
lelah membangun tembok sendirian. Aku hanya butuh rehat sejenak, bermain
sebentar, kupikir tidak akan masalah. Namun aku terlalu asik bermain, aku
terlalu lalai melihat lubang kecil di tengah tembok yang kubangun itu sudah
semakin besar. Kau tahu akibatnya jika ada lubang besar di tengah-tengah tembok
yang sedang dibangun? Bayangkan saja lubang itu semakin lama semakin besar,
sedangkan si tukang tidak juga memperbaiki lubang itu, malah membuat lubangnya
semakin besar, hingga akhirnya runtuhlah tembok yang sedang dalam pembangunan
itu.
Aku hanya terdiam terpaku melihat
reruntuhan tembokku. Belum juga selesai sudah runtuh saja. Aku menyesal. Aku
lalai. Aku hanya menuruti keinginan sesaat saja dan melupakan hal penting yang
seharusnya kulakukan. Tapi mau bagaimana lagi. Tembok sudah runtuh. Bahan-bahan
juga sudah hampir habis. Mau tidak mau aku harus mulai dari awal lagi. Aku harus
mencari bahan-bahan yang lebih bagus lagi. Dan yang terpenting, aku tidak akan
lalai lagi. Aku harus janji pada diriku sendiri. Komitmen.