Tersebutlah, di sebuah negeri antah berantah, hidup
sebuah keluarga sederhana, sepasang suami istri yang memiliki seorang anak
perempuan yang masih berusia 5 tahun. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah
sederhana tapi asri. Ada jajaran kebun teh yang segar dipandang mata, tak jauh
dari rumah mereka. Disanalah sang ayah mencari nafkah, sementara sang bunda
bertanggung jawab penuh atas rumah tangga mereka. Meskipun hidup berkecukupan,
keluarga ini selalu bersyukur atas kehidupan bahagia yang diberikan Tuhan pada
mereka.
Pada suatu hari, rumah mereka kedatangan tamu, seekor
kucing putih yang lucu dan manis. Kucing tersebut mengeong-ngeong di halaman
rumah, seperti ingin meminta makan. Putri, anak perempuan mereka, menatap iba
kucing tersebut dari dalam rumah. Ia ingin sekali memberinya makan, kebetulan
di dapur masih ada sisa tulang ikan semalam. Putri mengambil tulang ikan
tersebut dan memberikannya kepada si kucing. Diam-diam dan perlahan, ia
mendekati kucing tersebut, takut kalau tiba-tiba si kucing mencakar ataupun
menggigitnya. Tapi ternyata tidak, si kucing malah patuh memakan tulang ikan
sisa tersebut. Putri pun merasa senang, hari ini ia telah menyelamatkan nyawa
seekor kucing.
Sementara si kucing asik menggigiti tulang ikan, Putri
memandanginya dengan tatapan kasih sayang. Tiba-tiba terlintas di pikiran Putri
untuk memelihara kucing tersebut di rumahnya, pasti akan seru sekali jika
kucing ini tinggal di rumah, Putri jadi punya teman main, begitu pikir Putri. Lalu
Putri pun berlari ke dalam rumah, menemui bundanya yang sedang merajut di ruang
tengah.
“Bundaaa, Putri boleh minta sesuatu gak?” tanya Putri.
“Putri mau minta apa, sayang?” Bunda bertanya balik.
“Itu loh, Bun, diluar ada kucing lucuu banget, Putri
suka. Dia boleh tinggal disini gak, Bun? Biar ada teman main Putri” jawab Putri
dengan manja.
“Kalau Putri memang suka, baiklah, Bunda ijinkan, tapi
Putri harus janji dulu sama Bunda, gimana?”
“Janjinya apa, Bun?” Putri menatap Bunda dengan tatapan
antusias, penasaran.
“Kucingnya boleh tinggal di rumah kita, tapi Putri gak
boleh tidur sama kucing ya, nanti Putri bisa sakit” Bunda berkata lembut tapi
tegas.
“Oke Bunda, Putri janji.” Putri meloncat kegirangan, dan
langsung berlari menuju tempat si kucing tadi makan. Putri mengelus-elus kepala
kucing tersebut dengan lembut, dan disambut dengan anggukan manja sang kucing.
Tak lama kemudian, ayah Putri pulang dari kebun teh. Awalnya
ayah kaget melihat ada anggota baru dalam rumahnya tapi setelah diberi
penjelasan oleh Putri dan bunda, ayah akhirnya mengerti. Bahkan, ayah membantu
Putri membuatkan kandang buat si kucing putih tersebut di depan rumah mereka. Bermodalkan
kayu-kayu balok dan papan bekas pembangunan rumah mereka dulu, dibangunlah
rumah kecil mungil untuk si kucing putih. Mereka menamakan kucing tersebut si
Manis, karena kemanisan sifatnya yang patuh dan manja pada Putri, Ayah, dan
juga Bunda. Singkat kata, keluarga bahagia ini bertambah bahagia atas kehadiran
anggota baru mereka.
Semenjak kedatangan si Manis, Putri jadi terlihat makin
senang dan semangat. Setiap pagi ketika bangun tidur, hal yang pertama
dilakukan Putri adalah menyapa si Manis, begitupun setiap kali Putri pulang
sekolah, ia tak pernah absen menyapa si Manis. Putri selalu mengajak si Manis
bermain kemanapun ia main, baik itu ke rumah teman, ataupun ke kebun teh,
tempat ayahnya bekerja. Si Manis selalu patuh, tak pernah ia membuat Putri
maupun keluarganya marah. Ia benar-benar kucing yang baik dan manis.
Suatu hari, ayah dan bunda berencana pergi menjenguk
tetangga yang sakit. Awalnya Putri diajak ikut, tapi entah kenapa hari itu
Putri mendadak nakal. Ia tidak mau diajak pergi. Putri hanya sedang ingin
bermain dengan si Manis.
“Baiklah, kalau Putri memang tidak ingin pergi, ayah sama
bunda saja yang pergi. Tapi Putri harus tetap di rumah ya, jangan kemana-mana. Main
sama si Manis aja ya di rumah” kata Ayah. “Manis, jagain Putri baik-baik ya”
Ayah mengelus-elus kepala si Manis. Ia pun mengangguk manja, seolah bilang ‘ya,
saya siap’.
Akhirnya, ayah dan bunda pun meninggalkan rumah mereka, tanpa
menyadari bahwa bahaya sedang menuju ke rumah mereka.
Sebenarnya, ayah dan bunda hanya sebentar pergi ke rumah
tetangga, tidak sampai satu jam. Tapi selama satu jam itu pulalah, sesuatu
sedang terjadi di rumah mereka, yang hanya dihuni oleh seorang gadis kecil dan
seekor kucing manis. Sesuatu yang akan merubah kehidupan mereka nantinya,
sesuatu yang menciptakan kesedihan yang mendalam bagi keluarga kecil yang
selama ini hidup bahagia, yang selalu mengucap syukur, yang selalu menebarkan
kasih sayang di lingkungan mereka.
Singkat cerita, ayah dan bunda pun kembali ke rumah. Tapi
ada pemandangan yang tak biasa di depan rumah mereka. Sekitar beberapa meter
dari pintu rumah, si Manis sedang terduduk diam di halaman rumah, tubuhnya
kacau, ada cipratan darah di beberapa titik tubuhnya. Dan yang membuat sepasang
suami istri ini kaget adalah adanya sedikit sobekan baju Putri yang berada di
mulut si Manis. Mata mereka langsung mencari-cari keberadaan Putri, tapi tidak
ada di sekitar sana. Berbagai macam pikiran melayang-layang di kepala ayah dan
bunda. Jangan-jangan, si Manis telah menggigit Putri hingga berdarah, begitu
pikirnya. Bunda langsung berlari ke dalam rumah, dan benar saja, disana tepat
di dekat daun pintu, Putri sedang terbaring lemah, entah dia sadar atau tidak
sadar. Bunda menjerit, berusaha membangunkan Putri.
Ayah yang melihat suasana tersebut, tak berpikir panjang
lagi. Ia mengambil balok kayu besar yang ada di halaman rumah. Dengan penuh
emosi, Ayah memukulkan balok kayu tersebut pada si Manis, kucing yang selama
ini disayanginya, disayangi Putrinya, kucing yang selama ini diberinya makan,
diberi tempat tinggal, kucing yang selama ini selalu dianggap adik oleh Putri
semata wayangnya, kucing yang tega menyakiti Putri nya hingga berdarah tak
berdaya, begitu pikir Ayah. Si Manis yang dipukuli hanya mengeong – menjerit kesakitan
hingga jeritan itu melemah, tak ada lagi suara yang sanggup dikeluarkannya.
Dan tepat ketika jeritan si Manis terhenti, Bunda melihat
ada sesuatu di dalam rumah. Seekor ular besar yang tubuhnya dipenuhi bekas
cakaran, berdarah-darah dan sudah tak bernyawa. Bunda kaget, darimana datangnya
ular besar ini? Apa yang terjadi padanya? Apa yang terjadi pada anak semata
wayangnya? Sebenarnya apa yang terjadi di rumah ini?
“Bunda” Putri bersuara lemah. Bunda kaget, langsung
menoleh kepada Putri dan merangkul tubuh kecilnya.
“Putri, kamu kenapa sayang? Apa yang terjadi?” tanya
Bunda setengah menangis, setengah terharu, ternyata Putri nya masih hidup. Ayah
yang daritadi sibuk dengan si Manis langsung mendekat begitu mendengar suara
Putrinya.
“Putri, kamu baik-baik saja, nak?” Ayah juga bertanya
cemas.
“Iya, Yah, Putri baik-baik saja. Putri Cuma takut”
“Takut kenapa, sayang?”
“Tadi waktu Putri lagi main sama si Manis, tiba-tiba ada
ular besar masuk ke dalam rumah. Putri takut, ular itu melilit Putri. Si Manis
juga keliatan takut, bulu-bulunya berdiri semua. Lalu si Manis menggigit dan
mencakar ular itu, Putri gak tau lagi apa yang terjadi. Putri takut”
“Jadi, si Manis bukannya menggigit Putri tapi menggigit
ular itu?” tanya Bunda
“Iya, Bunda. Si Manis mana ya, Bun? Putri mau ngucapin
makasih sama si Manis” Putri celingukan mencari kucing putih kesayangannya itu.
“Maniiis, pushh pushh, ckckck” Putri mencoba memanggil si Manis seperti biasa,
tapi sayang yang dipanggil malah tidak datang, jangankan datang, mendengar saja
ia sudah tidak bisa lagi. Si Manis sudah mati.
Malang memang, sang pahlawan yang dianggap penjahat, mati
di tangan majikan sendiri. Sang pahlawan yang rela nyawanya dipertaruhkan demi
orang yang disayang, tapi justru melayang dengan cara yang sia-sia. Sang pahlawan
yang jasanya baru diketahui setelah
kematiannya. Si Manis yang tidak bisa lagi mengeong manis. Sungguh kasihan.
Tapi yang lebih kasihan lagi adalah keluarga kecil ini,
mereka tidak tahu betapa besar perjuangan si Manis menyelamatkan nyawa Putri. Ketika
Putri berada dalam lilitan ular besar tersebut, si Manis dengan beraninya
mencakar tubuh ular yang besar itu, sehingga si ular melepaskan tubuhnya dari
tubuh Putri dan beralih melilit tubuh si Manis. Lilitan itu semakin lama
semakin kuat, dan ketika si ular bersiap menelan tubuh si Manis, dengan
kekuatan penuh si Manis berusaha mengecilkan tubuhnya dan keluar dari lilitan
si ular. Beruntung si Manis berhasil lolos, dan kemudian ia mencakar kepala
ular tersebut, hingga si ular tak bergerak lagi. Lalu bagaimana bisa ada
sobekan baju Putri di mulut si Manis? Tentu saja, sobekan baju itu berasal dari
penyelamatan si Manis ketika Putri berada dalam lilitan tubuh ular.
Sungguh malang nasib si Manis, ia hanya bisa hidup dalam
kenangan. Lebih malang lagi nasib keluarga Putri, yang memang bisa terus
melanjutkan hidup tapi dihantui bayang-bayang penyesalan. Kehidupan keluarga
kecil mereka yang bahagia tidak akan pernah sama lagi, tidak akan sebahagia
mereka bersama si Manis.
Inspired
by my father
Diceritakan
kembali oleh penulis
Diceritakan kembali
oleh penulis